Bahan bakar nabati saat
ini telah menjadi perhatian serius pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari
adanya kebijakan pemerintah yang dituangkan
dalam Instruksi Presiden No.1/2006 tentang Penyedian dan Pemanaatan
Bahan Bakar Nabati sebagai Bahan Alternatif Pengganti BBM. Presiden
menginstruksikan kepada 15 Menteri Negara, Gubernur dan Bupati/Walikota untuk
mengambil langkah-langkah percepatan pemanfaatan bahan bakar sebagai bahan
alternatif. Pengurangan ketergantungan pada penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM)
yang umumnya bersumber dari minyak bumi dan tidak terbarukan, dengan
pengembangan BBN diharapkan dapat berpengaruh positif pada sosial, ekonomi,
politik, dan keamanan.
Minyak di alam sebagai
senyawa organik sebenarnya terdiri dari tiga jenis yang berbeda yaitu minyak
bumi, minyak lemak, dan minyak atsiri. Minyak lemak dan minyak atsiri merupakan
minyak yang berasal dari mahluk hidup sehingga menjadi dasar untuk
mengembangkan minyak yang berasal dari mahluk hidup karena secara langsung
dapat diperoleh dalam bentuk minyak, sehingga muncul istilah Biodiesel.
Biodiesel adalah sejenis
bahan bakar yang termasuk ke dalam kelompok bahan bakar nabati Bahan bakunya
tidak hanya berasal dari pengolahan zat pati menjadi alkohol tetapi juga berasal dari berbagai sumber daya nabati,
yaitu kelompok minyak dan lemak, misalnya minyak sawit, minyak kelapa, minyak
kedelai, kacang tanah, raperseed, dan
minyak jarak pagar, bahkan minyak goreng bekas.
Di Indonesia terdapat
sekitar 50 jenis bahan nabati lainnya yang dapat digunakan untuk pembuatan
biodiesel, antara lain kemiri (Aleuritas
moluccana), kapuk randu (Ceiba
petandra), sirsak (Anona muricata)
Saga hutan (Adenathera pavonina),
seminai (Madhuca utiles), bulangan (Gmelina asiatica), gatet pait (Samadera indica), akar kepayang (Hadgsonia macrocarpa), dan siur (Xanthophyllum lancetum).