REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI AGROFORESTRY SISTEM SYLVOPASTURE



     Pertambahan lahan terdegradasi di Indonesia tiap tahun semakin meningkat. Peningkatan luas lahan kritis merupakan kesatuan yang bersifat simultan antara kondisi biofisik, social ekonomi dan budaya yang berkaitan dengan pemanfatan lahan sebagai faktor produksi utama, serta penerapan kebijakan yang kurang mempertimbangkan kelestarian. Karena itu, dalam menentukan tindakan pengendalian dan model endekatan, perlu mempertimbangkan keterwakilan aspek sosial budaya beserta einginan masyarakat setempat. Untuk memperoleh landasan teknik pendekatan dan pengendalian lahan kritis, perlu adanya sintesis teknologi yang mampu menjembatani kepentingan masyarakat dengan upaya rehabilitasi lahan tersebut.

Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolahan lahan kritis dan tata air diwilayah ini adalah menyeimbangkan perlindungan dan pelestarian sumberdaya tanah dan air yang terbatas dengan semakin meningkatnya, kebutuhan manusia. Keragaman dan keunikan geografi dengan perbedaan tipologi agroklimat dan tipe lahan yang khas membutuhkan penanganan yang bersifat spesifik, khususnya untuk rehabilitasi lahan. Untuk itu sangat diperlukan masukan dan adaptasi teknologi yang mempertimbangkan kondisi sosial, ekonomi, dan pola pemanfaatan lahan serta diperlukan kehatihatian dalam mengadopsi model rehabilitasi lahan yang berhasil di daerah lain.

Guna mendukung keberhasilan rehabilitasi lahan, diperlukan terciptanya model  engelolaan yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sehingga, masyarakat secara aktif dalam analisis masalah dan pengambilan keputusan. Penggunaan atau penerapan teknologi Agrovorestry system silvopastoral. selain untuk memenuhi  kebutuhan hidup manusia juga untuk merehabilitasi lahan kritis sehingga kelestarian hutan tetap terjaga. Upaya rehabilitasi lahan kritis juga memerlukan perangkat hukum, sistim pengelolaan dan pemanfaatan serta peraturan kelembagaan yang mendukung terwujudya partisipasi masyarakat. Karena itu sagat diperlukan bebagai pendekatan yang multi pihak baik dari segi teknis, kesesuaian jenis lahan dan tanaman. Agroforestry system silvopastoral memberikan manfaat yang berkelanjutan dan disamping itu mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mendukung kegiatan rehabilitasi lahan kritis serta terbentuk kelembagaan yang kuat yang bersifat lokal.

Untuk itu dalam mengembangkan pola agroforestry, perlu dipertimbangkan pola pendekatan yang tepat, yaitu sesuai dengan kemampuan sumberdaya manusia, lingkungan, social budaya serta pemilihan jenis komoditi yang akan dikembangkan. Dengan berbagai pertimbangan factor kondisi lahan dan masyarakat yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian dan peternakan, maka tipe agroforestry yang dapat dikebangkan didaerah ini antara lain: agrosilviculture, Sylvopasture.

Manfaat dari kegiatan ini antara lain adalah sebagai berikut:

a. Nilai tambah produk di sisi Ipteks.
Dipandang dari sisi Ipteks, kegiatan ini memberikan sumbangan dalam bentuk informasi mengenai penggunaan sistem silvopastoral. Selain untuk memperbaiki kembali lahan yang kritis juga untuk melindungi dan menjaga daerah tangkapan air.
b. Dampak sosial secara nasional.
Masyarakat petani akan selalu menggunakan sistem silvopastoral karena dapat menjaga atau menghindari bahaya banjir dan erosi serta lahan tersebut dapat dimanfaatkan petani untuk pemenuhan kebutuhan pakan ternak sehari-hari.
c. Manfaat ekonomi produk.
Kegiatan ini diharapkan dapat mengurangi atau meniadakan kerusakan lahan yang ada juga sebagai sumber pakan ternak sehingga biaya untuk pakan ternak berkurang dan margin keuntungan bertambah.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »